Jumat, 02 Maret 2012

Prinsip dasar Operasional Lembaga Keuangan Syariah



Islam adalah suatu Din (Way of Life) yang praktis, yang mengajarkan semua sesuatu yang baik dan bermanfaat  bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya. Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan sifat dasar manusia (human nature).

Prof. Emeritus Tan Sri Datuk Ahmed bin Mohd. Ibrahim menyatakan:
Banking and financial activities have emerged to meet genuine human needs. Therefore, unless these activities belong to the category expressly forbidden by Islam, there is nothing in the nature of these activities, which is contrary to the Syariah. Examples of forbidden activities include gambling and manufacturing and trading in forbidden goods such as liquor”.

Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran Al Qur’an yaitu:
(1)      Prinsip Al Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an:
          Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS 5:2)

(2)      Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan di dalam Al Qur’an:
          Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” (QS 4:29)

Perbedaan pokok antara lembaga keuangan Islam dengan lembaga keuangan konvensional adalah adanya larangan riba (bunga) bagi lembaga keuangan. Bagi Islam, riba dilarang sedangkan jual beli (Al Bai’) dihalalkan.

Sejak dekade tahun 70-an, umat Islam di berbagai negara telah berusaha untuk mendirikan bank-Lembaga Keuangan Syariah. Tujuan dari pendirian bank-Lembaga Keuangan Syariah ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan dan bisnis lain yang terkait.

Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain. Baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk pinjaman (debt financing).

Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing) dan akad-akad jual beli untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing).

Prinsip bagi hasil (provit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional Lembaga Keuangan Syariah secara keseleuruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, Lembaga Keuangan Syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, KJKS bertindak sebagai mudharib ‘pengelola’, sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal ‘penyandang dana’. Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. Sedangkan dengan pengusaha/peminjam dana, KJKS akan bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana, baik yang berasal dari tabungan/deposito maupun dana KJKS sendiri berupa modal pemegang saham). Sementara itu, pengusaha/peminjam akan berfungsi sebagai mudharib ‘pengelola’ karena melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana KJKS.